Sabtu, 13 Desember 2008

Teori, Kritik dan Sejarah Arsitektur



Teori dan sejarah merupakan hal yang esensial untuk mempelajari dan mengerti arsitektur. Teori dalam arsitektur membicarakan apakah arsitektur itu, apa yang harus dilakukannya,  dan bagaimana merancangnya. Sejarah sangat berhubungan erat mengenai  teori-teori, kejadian-kejadian, metoda-metoda perancangan dan  bangunan-bangunan. Pengaruh keduanya terhadap masa depan sangat perlu. Kritik sebagai proses dan catatan dari tanggapan terhadap  lingkungan binaan, kritikan juga berhubungan langsung dengan teori  dan sejarah. 



Dekonstruksi


Baju Kerawang orang Gorontalo terkenal karena kejelian pembuat baju yang berhasil mem”bongkar” rajutan benang-benang dari kain asli kemudian menyusun pola baru di dalam kerangka bongkaran tersebut. Dari upaya itu pembuatnya berhasil meng”hadir”kan ungkapan baru dari bahan biasa sehingga bongkaran tersebut tidak lagi ber”bekas” karena telah menyatu di dalam konteks baru.

Interprestasi:

Pada dasarnya manusia dengan melihat kondisi keadaan lingkungannya dan dari berbagai aspek sosio-budaya mempunyai perasaan dan keinginan untuk terus berkembang (ini yang membedakan dengan makhluk hidup yang lain). Perwujudan itu ditimbulkan dengan perasaan kurang puas akan sesuatu. Yang terutama bersifat afirmatif (menuju ke arah kemajuan) dan tidak negatif.
Dengan pembongkaran yang dilakukan semakin menambah keindahan dari sosok kain yang semula.

Interpretasi lebih lanjut : 

Semua lingkungan terjadi dari pilihan-pilihan yang dibuat dari semua alternatif yang mungkin. Pilihan yang khas cenderung menuruti hukum, mencerminkan kebudayaan manusia yang berkepentingan. Hal inilah yang menjadikan tempat-tempat dan bangunan-bangunan jelas berbeda satu sama lain. Juga mempengaruhi cara manusia saling bergaul , cara mereka menyusun ruang dan waktu.. Pilihan-pilihan yang tetap ini menghasilkan gaya, baik dari lingkungan buatan mauoun ataupun dari kehidupan.

Pandangan

Built Environment (lingkungan buatan) mempunyai bermacam-macam kegunaan : melindungi manusia dan kegiatan-kegiatannya serta milik-miliknya dari elemen-elemen, dari musuh-musuh berupa manusia dan hewan, dan dari kekuatan-kuatan adikrodati ( alam ), membuat tempat, menciptakan suatu kawasan aman yang berpenduduk dalam suatu dunia fana dan cukup berbahaya, menekankan identitas sosial atau status, dan sebagainya.
Dengan demikan asal mula Arsitektur dapat dipahami dengan sebaik-baiknya bila orang memilih pandangan yang lebih luas dan meninjau faktor-faktor sosio-budaya, dalam arti seluas-luasnya, lebih penting dari iklim, teknologi, bahan, dan ekonomi.
 Dalam keadaan apa pun, interaksi di antara faktor-faktor inilah yang paling tepat untuk menjelaskan bentuk-bentuk bangunan. Satu penjelan saja tidak memadai, karena bangunan-bangunan , bahkan rumah yang nampaknya sederhana adalah lebih daripada sekedar obyek kebendaan atau struktur. Mereka adalah pranata-pranata, gejala-gejala budaya dasar.



Wacana

Akhirnya kita hanya bisa berharap arsitektur Indonesia dihasilkan dengan dasar teori disain yang lebih bervariasi dan mendalam. Di Indonesia saat ini memiliki banyak bangunan-bangunan yang sangat membutuhkan revitalisasi dan konservasi. Revitalisasi bangunan-bangunan kuno untuk difungsikan secara modern sangat penting. Urban disain dan ruang publik yang ada diciptakan sebaik-baiknya bagi masyarakat. Tipologi dan Proses Perancangan bangunan kita dan daerah pedestrian kita kondisinya sangat jauh dari yang diharapkan, maka dari itu Pendidikan Arsitektur di Indonesia seharusnya bisa kita pecahkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

PERMUKIMAN

Keberadaan Ilmu Permukiman dalam pelaksanaannya terdapat sejumlah permasalahan yang menjadikan peserta didik mendapatkan pemahaman yang kurang utuh, permasalahan tersebut adalah: 1) Ruang lingkup Permukiman dalam beberapa aspek bersinggungan dengan disiplin ilmu planologi, perencanaan wilayah kota, sipil, dan lingkungan; 2) Dilihat dalam satu disiplin arsitektur, jika kurang bisa membatasi penjelasan substansi permukiman maka akan sering terjadi tumpang tindih dengan arsitektur kota, perancangan kawasan, dan perencanaan tapak; 3) Permukiman terasa sangat luas dan cenderung mengangkat permasalahan sosial dan peraturan-peraturan pemerintah pusat dan lokal; 4)Kurang memberi tempat pada perencanaan lingkungan permukiman secara utuh sampai dengan sarana dan prasarana ligkungan permukiman dibangun.

PERMUKIMAN
Oleh: Pindo Tutuko
47 hlm; 21 cm x 29,7 cm
ISBN: 978-979-9488-37-4
Cetakan Pertama
November 2008
Penerbit:
Group Konservasi Arsitektur & Kota
Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Mereka Malang
Jl. Puncak Jaya 36, MalangTelp/Fax: +62-341-584293


PERMUKIMAN RUMAH PRODUKTIF DAN PERKEMBANGANNYA

Istilah “Rumah Produktif” mungkin jarang terdengar orang awam, tetapi niscaya “paham” akan istilah “Rumah Produksi” (Production House) yang biasa dipergunakan dalam dunia entertainment. Dalam kacamata kaca mata permukiman, maka Rumah Produktif, yaitu rumah yang sebagian penggunaan ruang dalam rumah digunakan untuk fungsi produktif atau kegiatan ekonomis, konsekuensinya timbul hubungan antara aspek produksi dan perawatan rumah. Pengembangan hunian tidak bisa lepas dari sumberdaya yang ada, dikembangkan sendiri oleh pihak masyarakat dengan perkembangan yang berdimensi majemuk (multi dimensional development), hal ini jauh lebih lengkap daripada sekedar sebagai tempat hunian saja. Rumah bukan hanya sekedar tempat berteduh, beristirahat dan berkeluarga namun rumah bisa juga berfungsi untuk menggalang sumberdaya yang dimiliki penghuni dengan melihat peluang yang ada. Pada umumnya konsep rumah dan kerja termasuk dimensi sosial dan budaya, yaitu sebagai rumah dalam hal ini rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal tanpa kegiatan lain yang berarti dan rumah produktif, yaitu rumah yang sebagian digunakan untuk produktif atau kegiatan ekonomis.

Permukiman Rumah Produktif dan Perkembangannya/Pindo Tutuko – Ed. 1, Cet.1 – Malang: Group Konservasi Arsitektur & Kota, 2008
73 hlm; 21 cm x 29,7 cm
ISBN: 978-979-9488-40-4
1. Permukiman Rumah Produktif dan Perkembangannya.
I. Judul. II. Pindo Tutuko. III. Universitas Mereka Malang
Oleh: Pindo Tutuko
Cetakan Pertama
November 2008
Penerbit:
Group Konservasi Arsitektur & Kota
Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Mereka Malang
Jl. Puncak Jaya 36, MalangTelp/Fax: +62-341-584293.


Perkembangan Pola Spasial Kampung pada Sentra Usaha Berbasis Rumah Tangga (UBR)

Abstrak
 Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penemuan adanya pola perkembangan hunian rumah produktif kampung Sanan “Tempe” (Tutuko, 2004). Pada penelitian kali ini akan diteliti perubahan yang terjadi pada aspek permukiman dan lingkungan hunian Usaha Berbasis Rumah Tangga (UBR) UKM. Harapan yang akan dicapai adalah menemukan pola spasial kampung akibat perkembangan UBR dan kondisi permukiman dari aspek fisik.
 Metode yang digunakan untuk penelitian kualitatif ini adalah metoda penelitian perkembangan. Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, pendekatan yang dilakukan untuk melakukan studi tentang perkembangan rumah produktif adalah dengan menggunakan teori pengembangan rumah oleh Silas (1993). Sedangkan untuk menelusuri hal-hal yang perlu diperhatikan, hasilnya ditampilkan dalam bentuk diagramatis, ditunjang oleh kognisi lingkungan yang dikemukakan oleh Rapoport (1977).
 Hasil penelitian adalah mengkategorikan faktor-faktor perkembangan pola spasial kampung berdasarkan 5 aspek, yaitu: 1) Perkembangan bentuk dan pola permukiman; 2) Ruang dan lahan dalam permukiman dan perkembangannya; 3) Prasarana dasarpermukiman; 4) Aspek permukiman; dan 5) Pembangunan oleh masyarakat


Kata kunci – Pola Hunian, Perkembangan, Permukiman, Rumah Produktif,



PENGARUH POLA HUNIAN TANEAN LANJANG TERHADAP PERILAKU PENGHUNI RUMAH TRADISIONAL SAMPANG MADURA

ABSTRAK

Perkembangan permukiman yang ada di negara kita ini, prosesnya tidak mengindahkan dari pola tata massa bengunan yang sesuai dengan basic awalnya, yaitu pola tata masa dari rumah adat yang ada pada tiap – tiap daerah yang ada di nusantara ini. Sebagai contoh yang jelas, nampak pada proses perkembangan yang ada di daerah Madura, dengan pola penataan rumah yang “matrilinier” (kekeluargaan atau kekerabatan) dengan pola masa yang mengelompok dan sangat jelas pembedaan antara fungsi dari masing – masing ruang yang ada. 
Beraneka ragamnya rumah adat yang kita punyai dari masing–masing susunan pola rumah adat itu memiliki berbedaan dan kesamaan yang sifatnya masih tersamar. Namun pola atau susunan rumah yang berkembang, masih memperhatikan dari karakteristik tradisionallitas yang ada di daerah tersebut, akan tetapi dari bahan yang digunakan sudah mengalami perubahan yang sangat drastis sekali, dan mengikuti pola berkembangan peruntukan dari bahan yang digunakannya. Pada dasarnya dari sekian bannyak rumah adat yang ada di daerah Madura sudah menggunakan bahan yang terbuat dari semen dan di plester. Rumah – rumah yang sifatnya modernpun tidak menutup kemungkinan sudah mulai muncul dan menggejolak perkembangannya. Apabila kita melihat dengan mata telanjang, maka akan nampak ketimpangan yang ditimbulkan dengan hadirnya rumah – rumah modern yang menjamur, sehingga jelas tersirat kesenjangan yang ditimbulkannya. Keberadaan dari rumah tradisional kebannyakan masih berada pada daerah pedalaman dan sangat terpencil sekali letaknya dari kota yang ditempatinya. 
Proses perkembangan rumah tradisional Madura khususnya yang ada di daerah Sampang, dengan pola yang matrilinier jelas sifatnya mengarah pada pengelompokan antar masing–masing anggota keluarga yang dimilikinya. Dan pada proses selanjutnya sangatlah beragam dan menarik sekali apabila kita mulai mengkajinya dari sisi sosial, budaya, adat istiadat atau pola tata-laku dari penghuni rumah dan proses interaksi yang di hadirkan pada masing – masing anggota keluarga yang tinggal dalam satu masa bangunan dan antar masa rumah yang ada dan masih dalam satu kompleks rumah yang mereka tempati (satu kelompak keluarga ) dengan interaksi yang terjadi antar kelompok bangunan yang ada pada tiap tetangga kelompok rumah atau keluarga yang ada.




FUNCTIONAL TRANSFORMATION IN FORT OF YOGYAKARTA PALACE, A CASE OF OCCUPYING ADAPTABILITY IN HISTORICAL AREA

ABSTRACT

Yogyakarta, no doubt is still keep typical problems about historic urban area. Many elements of Yogyakarta’s townscape have a serious problem, particularly in facing with physical and visual degradation. One of those elements is The Fort (benteng) of Yogyakarta Palace (Kraton), beside Tamansari, and Dalems ( the noble resident). The fort actually assembled the city structure morphology by its positions surrounded the Palace, formed by the wall inside in width 3 meters and hight 3 meters. It’s a symbol for the birth of new power in Yogyakarta in 1755. Nowadays, parts of fort begining ruin, then in 1969 the Palace permitted that area to be built a vendor and social activity. Gradually that area became a residential community. Only native people permitted to occupy that area, of course within a frame of The Palace regulation. The Fort still shown a latent function for sake of defense, but not in the same way as old city did. It’s like a buffer that keep the palace away from the outside influence, especially in land right.
The charisma of Palace was a prior reason of resident for still occupy in those area which had many constraint. One of these constraint is limited space in dimention about 3 x 4 m2 for one family. 
This paper attempt to present about adaptability of resident to keep at their accupied, while still maintain their obedience on The Palace regulation. The study shown that the resident tend to adjust their physical setting in order to accommodate domestic activities within a strategic way, a compromy way not to run against the Palace permission.

Key words : fort of kraton, occupying adaptability



VERNACULAR PATTERN AT HUMAN SETTLEMENTS OF PRODUCTIVE HOUSE

Abstract
Build environment as property of certain society represent a result is solving of wise to environments of their place. Vernacular in the form of build environment, intrinsically a form of repetition or duplication from an environmental element or building component. With any motivation constituting the happening of build environment of coherent in it a requirement accomplishment.
While at the time we converse about build environment development (house) in kampong, which must be comprehended by that pattern socialize to develop the house is not linear growing, but the immeasurable process of finished level, which is either through dynamic and continue. Basically that growth result of parallel physical more or less with level of mobility of social-economic family.
Interrelationship between physical environment of human settlement with its society, each other influence. Human settlement as environment of dwelling and place of activity supporting life and subsistence have one of its element that is house. Productive house and the human settlement support Kampong Sanan 'Tempe', experiencing of change of dwelling pattern influenced by development of their effort.
Research methods used in this qualitative research is historical and developmental research. To get the expected result, the approach being used to study productive house development was using house development theory of Silas (1993). To keep track of objects that need to be observed, the results presented in a diagrammatical way, supported by environmental cognition, by Rapoport’s theory (1977). 
Research results showed three dwelling patterns in kampung Sanan ‘Tempe’ productive house. These three patterns have different development tendency, that in turn will help to determine house development direction from productives and domestical aspect. Other result of this research is waste-processing proposal for the livestock-breeding, considering the existence of the cow shed represent a link in the chain of tempe production process in kampung Sanan ‘Tempe’.

Keyword: Development, Dwelling Patterns, Productive House, Settlement’s Carrying Capacity Vernacular Pattern.



TEORI KONTRAK SOSIAL TERHADAP FENOMENA PENDIDIKAN, PROFESIONAL, DAN LEGALITAS ARSITEK

Abstrak
Resesi kali ini bukan hanya ‘menggangu’ kelangsungan hidup profesi arsitek saat ini, namun juga merupakan momen yang menetukan arah ‘berasitektur’ para arsitek jika saja kesulitan ini berlalu nanti. Beratus-ratus bahkan beribu Arsitek dan calon arsitek telah kehilangan pekerjaan dan juga kesempatan untuk memanfaatkan hasil pendidikan Arsitektur yang mereka miliki. Kesempatan mungkin akan muncul kembali beberapa tahun lagi, namun dalam bentuk yang berbeda. Sementara menunggu, rasanya kita akan kehilangan ketajaman kemampuan akibat hilangnya sarana untuk terus mengasah kemampuan kita
Dalam bidang pendidikan terdapat kesulitan dalam menghubungkan perubahan dengan faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadapnya. Perubahan kurikulum saja tidak memberi gambaran yang lengkap mengenai perubahan-perubahan konsepsual yang sesungguhnya terjadi. Konflik-konflik yang terjadi di pembangunan saat ini membentuk wawasan para alumni mengenai arsitektur, peran profesi di dalam masyarakat dan karya-karya yang diciptakannya.
Arsitek dalam segala tindakannya selalu mempertimbangkan diri pada etika profesi serta tanggung jawab sebagai profesional. Dalam memberikan jasa profesional, arsitek selalu bertindak tegas dan jujur. Mematuhi rambu-rambu standar profesional dan teknis yang relevan. Namun saat menghadapi penugasan, keahlian, dan ketelitiannya berjalan dalam ritme yang tinggi sesuai dengan syarat integritas, obyektivitas, serta syarat independensi yang berlaku. Sehingga jika ditinjau dari keprofesian arsitek maka terdapat kerangka pikir atas kontrak, hasil rancangan dipandang dari kontrak tertulis antara arsitek atau Biro Arsitek dengan klien, dan antara Arsitek dengan patner dan kontrak sosial dengan masyarakat sebagai kontrol.

Kata kunci: Teori Kontrak Sosial, Pendidikan, Profesional, Legalitas



Pembangunan Perumahan dan Permukiman sebagai Instrumen untuk Mengarahkan Distribusi Spasial dari Populasi

Abstrak

Perumahan sebagai suatu mikrocosm implikasinya luas dalam investasi pemukiman bagi perekonomian nasional suatu negara-negara dalam tahap pengembangan yang berbeda, dan dalam konteks yang beragam. Konstruksi perumahan dan pemukiman memberikan efek-efek pada penyerapan tenaga kerja, income dan tabungan, harga dan kesimbangan pembayaran. Ada juga yang percaya pada konsekuensi investasi perumahan bagi tiap agregat perekonomian ini. Perumahan dan pemukiman dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengarahkan distribusi spasial dari populasi dan penanda pada aspek politis perumahan. 
Investasi pada perumahan dengan biaya rendah menciptakan lebih banyak lapangan kerja bagi mereka dengan skill yang terbatas. Generator lapangan kerja tertinggi adalah pemukiman keluarga besar dengan biaya rendah, ini merupakan kategori yang juga meminimalkan biaya lahan dengan membutuhkan jumlah terendah bagi penutupan permukaan per unit. Di sisi lain, program pembangunan perumahan berhubungan dengan pengembangan perekonomian regional atau pada kebijakan industrialisasi. Perumahan merupakan pembantu yang penting bagi pengembangan industri. 
Kota Sidoarjo sebagai yang berbatasan dengan kota besar seperti Surabaya mendapatkan pengaruh yang besar dalam pembangunan perumahan. Perkembangan perumahan dilihat dari segi banyaknya unit rumah, serta perubahan secara fisik terhadap unit bangunan yang direnovasi baik tampilan dan perubahan fungsi bangunannya merupakan gejala “penetrasi” yaitu terjadinya penerobosan fungsi baru kedalam suatu fungsi yang homogen, yang dalam hal ini adalah “penetrasi” terhadap fungsi perumahan Penetrasi ini dapat kita masukan juga sebagai pengaruh berkembangnya wilayah kota terhadap perkembangan wilayah permukiman, dan sebaliknya. Hal ini memberikan indikasi bahwa perkembangan perumahan dan perkembangan wilayah kota merupakan dua hal yang mempengaruhi satu sama lain.

Kata kunci: Distribusi Sapsial, Penetrasi Fungsi Perumahan, Pembangunan Perumahan dan Permukiman



INFLUENCE of THE URBANIZING WORLD at URBAN SETTLEMENT SPACE

Abstract

Physical structure a city generally formed by two especial element that is made by human being and having the natural character elements, secondly its form space composition and a period called urban landscape or urban design. Intrinsically every cities have own different characteristic of urban landscape form, influenced by social strength, political, culture, and economics background. 
In this time the mass migration with about 20 million people make a move to city every year, biggest human being transmigration in history. Starting from the fact, so the development country and advance have taught to world about growth urban. City become growth urban site, but all outsider have no good housing facilities elementary. Various 'shack-building' appear effect global phenomenon or urbanization becoming in consequence of 'The Urbanizing World' what we realize or not need good urban design. Density appearance from some big cities in this time, but in development country this represent fact from everyday life.
Government of city provide public housing for poor citizen, by using loan of bank, so thousands of building of concrete start to emerge. Even though, this building in fact tend to formed by costly import material rather than housing of local style with low expense. Distinction of construction cost really higher than estimation initially, and a few housing development executed agree from plan.
What solution of problem housing for development countries? Shack represent challenge for stake holder, but shack itself is helper solution for housing which can profit city stake holder. That resident also resource which can be exploited, and from itself housing, can provide choice of housing with low expense. Can be comprehended nowadays if innovating this settlements is the single way of to solve problem of urban housing. 

Keyword: the urbanizing world, urban settlements, urbanization.



Anarkis Urban dan Manajemen Kota dalam Proses Transisi Kota Menuju Perancangan Kota Masa Depan

Abstrak

Anarkisme urban mendorong manusia untuk menyatakan dan berpikir bahwa diantara mereka agar saling melengkapi seluruh perbedaan cara hidup. Perubahan kota disebabkan lemahnya manajemen kota. Kota-kota modern mengalami penurunan dan disintegrasi secara administrasi, institusi, dan logistik. Penurunan ini adalah akibat dari pelayanan terhadap warganya tidak diperhatikan oleh penentu kebijakan kota.
Urbanisasi yang tumbuh sebagai komponen proses Transisi Kota di negara-negara berkembang akibat pertumbuhan industri. Dengan meningkatnya urbanisasi, sebagian besar penduduk dunia akan tinggal di wilayah kota. Pada waktu yang sama sebagian besar kemiskinan dunia juga akan berada di daerah perkotaan. Kota akan menjadi tempat pusat kekayaan di satu sisi dan kemiskinan di sisi yang lain. Satu masalah utama yang dihadapi oleh semua kota adalah hal yang berhubungan dengan perkembangan ekonomi dan sosial yang akan menunjukkan apakah kota itu mampu bertahan dan mengembangkan kapasitasnya bagi perkembangan ekonomi yang dapat mengurangi kemiskinan dan dampak negatif lainnya.
Diharapkan dalam proses urbanisasi, meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan antara desa dan kota yang tumbuh menjadi hal yang tak terpisahkan bagi perkembangan ekonomi dan sosial. Dengan mendahulukan kebutuhan yang lebih baik, diharapkan manajemen kota dapat lebih efektif mengatasi masalah ekonomi dan sosial.
 Metoda yang digunakan adalah dengan membuat deskripsi dari olahan pustaka tentang Anarkis Urban, Manajemen Kota, dan Transisi Kota. Kemudian pada proses selanjutnya dijelaskan korelasi dan pengaruh Anarkis Kota terhadap Manajemen kota, dengan pendekatan non statistik. Dari keduanya dijelaskan pada proses transisi kota yang salah satu komponennya adalah urbanisasi. 
Melalui pendekatan deskriptif dan kausal komparatif ini dihasilkan sebuah kesimpulan yang dapat membantu memberikan pertimbangan dalam proses Urban Design yang memperhatikan dari sisi perkembangan ekonomi dan sosial sebuah kota. Dengan temuan bahwa, pada masa sekarang, sebagian besar negara telah menghasilkan suatu proporsi signifikan terhadap kemakmurannya melalui kegiatan kota. Urbanisasi telah menjadi bagian penting dari sebagian besar pengembangan bangsa terhadap ekonomi yang lebih kuat dan mapan serta telah membantu peningkatan standar hidup bagi proporsi dari populasi dunia. Proses Transisi Kota memberikan kemungkinan dan prospek kemakmuran, tetapi juga penderitaan, kebrutalan, degradasi lingkungan dan konflik. Kenyataannya urbanisasi memerlukan kontrol dan pertimbangan. Bukan urbanisasi atau ukuran kota atau kecepatan pertumbuhan yang menjadi masalah tetapi akibat yang tidak diinginkan dan dampak urbanisasi dapat semakin parah dengan cara penanganan kota yang salah. Pengaturan kota yang efektif dibutuhkan tidak semata-mata untuk mencegah atau mengurangi aspek negatif dari urbanisasi, tetapi juga memungkinkan kota menampilkan perannya secara efisien sebagai pusat produksi, penyerap populasi dan penyalur barang dan jasa. Hal ini secara fisik sangat membantu sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi proses Urban Design.

Kata Kunci: Anarkis Urban, Manajemen Kota, Transisi Kota



PLACE ATTACHMENT AS FACTOR TO CREATING HUMAN SETTLEMENTS PATTERN OF KAMPUNG

Abstract
In congeniality of place attachment, there are understanding to human settlements pattern of kampun condition that explaining existence of approach naturally as a study of feeling of human being to his residence. In this case happened by the emotional tying among residence and human being happened by effect of existence of ecology condition, area develop , symbolic environment, and the social.
Study about place attachment according to Hummon ( 1990), explaining that feeling the localism socialize complexly determined by result of perception socialize to condition of its area, position of their public spirit among local community and environment of larger ones and also the objective quality of environment, develop environmental and also the social environment 
Approach of Traditional cultural lanscape by Rapoport in Amiranti ( 2000) and development of house by Silas ( 1993) used to comprehend existing phenomenon. Method of qualitative-phenomenology used under consideration this because its ability to lay open an natural phenomenon at study context. Humane relation in aspect non physical context of human settlements in bearing with live process as according to qualitative-phenomenology method.
Community tradition a certain kampung in an environment physical setiing will create totally balance to subsistence and life pattern, concerning expectation level, preference, experience, and the satisfaction live. In the end will generate tying of emotion among human being of dweller with its residence according to each individual perception and cognition, and furthermore will grow identity as spirit symbol of the society.

Keyword: place attachment, traditional cultural lanscape, house development, human settlemets




Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman sebagai Instrumen Pengarah Pengembangan Wilayah dan Distribusi Populasi

Abstrak

Kenyataan terhadap pembangunan perumahan dan permukiman memberikan gambaran kepada kita bahwa beberapa persoalan pengadaan perumahan murah masih sangat sulit teratasi khususnya pada wilayah kota yang telah berkembang. Tingginya harga lahan dan harga bangunan semakin membuat sulit serta terpinggirnya golongan ekonomi menengah ke bawah ke daerah pinggiran kota yang berdampak jauhnya akses ke tempat kerja mereka. Keadaan ini masih terus berlangsung tanpa dapat dicari solusinya secara nyata oleh pengembang dan pemerintah. Konsep penggunaan material lokal sangat sulit diterapkan karena tuntutan model dan persaingan citra serta perolehan keuntungan untuk pengembang lebih menjadi prioritas dibanding tujuan mengadakan rumah yang lebih murah untuk masyarakat kota.
Perumahan sebagai suatu mikrokosmos implikasinya luas dalam investasi pemukiman bagi perekonomian nasional suatu negara-negara dalam tahap pengembangan yang berbeda, dan dalam konteks yang beragam. Konstruksi perumahan dan pemukiman memberikan efek-efek pada penyerapan tenaga kerja, income dan tabungan, harga dan keseimbangan pembayaran. Ada juga yang percaya pada konsekuensi investasi perumahan bagi tiap agregat perekonomian ini. Perumahan dan pemukiman dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengarahkan pengembangan wilayah dan distribusi populasi. Di sisi lain, program pembangunan perumahan berhubungan dengan pengembangan perekonomian regional atau pada kebijakan industrialisasi. Perumahan merupakan pembantu yang penting bagi pengembangan industri. 
 Sidoarjo sebagai kota kabupaten yang berbatasan dengan kota besar seperti Surabaya mendapatkan pengaruh yang besar dalam pembangunan perumahan. Pengaruhnya terhadap perkembangan perumahan dapat dilihat dari segi banyaknya unit rumah, serta perubahan secara fisik terhadap unit bangunan yang direnovasi baik tampilan dan perubahan fungsi bangunannya. Kondisi ini dapat kita masukan juga sebagai pengaruh berkembangnya wilayah kota terhadap perkembangan wilayah permukiman, dan sebaliknya. Hal ini memberikan indikasi bahwa perkembangan perumahan dan perkembangan wilayah kota merupakan dua hal yang mempengaruhi satu sama lain.

Kata kunci: Distribusi Populasi, Pengembangan Wilayah, Pembangunan Perumahan dan Permukiman



Kebijakan Perkembangan Pembangunan Perumahan Terhadap Perubahan Struktur Permukiman

Abstrak
Perkembangan bentuk dan pola permukiman merupakan cermin dari kedinamisan masyarakat yang ada pada permukiman tersebut. Pada dasarnya perkembangan permukiman dapat diperhatikan dari dua arah, yaitu perkembangan secara kualitas dan secara kuantitas. Hubungan keduanya dalam skala makro merupakan hubungan yang kompleks, maka perkembangan suatu wilayah tidak dapat dilihat secara terpisah dari lingkungannya.
Akibat perkembangan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh para developer pada suatu wilayah memberikan pengaruh terhadap struktur permukiman yang ada sebelumnya.. Perubahan ini juga berlaku bagi perumahan formal yang dibangun oleh pihak developer maupun perumahan informal yang berupa kampung-kampung lama. Keduanya dalam perkembangannya terpengaruh oleh kebijakan pembangunan kota. 
Pada perumahan Pondok Tjandra Indah dan desa Tambak Sumur kecamatan Waru Sidoarjo yang secara kewilayahan berada bersebelahan dengan kota Surabaya. Perkembangan di kota Surabaya memberikan pengaruh baik fisik maupun non fisik bagi arah perkembangan struktur permukiman dan prasarana di wilayah tersebut.

Kata Kunci: Perkembangan, Perubahan, Struktur Permukiman



ALTERNATIF PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH PRODUKTIF KAMPUNG SANAN TEMPE MALANG

Abstrak
Tempe merupakan salah satu jenis lauk pauk rakyat Indonesia, karena harganya murah dan nilai gizinya tinggi. Produksi tempe akan menghasilkan limbah berupa kulit kupasan kedelai serta limbah cair sisa perebusan kedelai Kampung Sanan adalah salah satu daerah di Kota Malang sebagai sentra Industri tempe. Limbah kulit kedelai dan hasil perebusan dimanfaatkan sebagai makanan dan minuman ternak sapi untuk penggemukan. Permasalahan yang timbul adalah limbah yang berasal langsung dari rumah produktif tidak terkontrol sehingga perlu adanya pengelolaan lebih lanjut.
Pengelolaan dilakukan dengan dua konsep, yaitu on site, yakni pengolahan limbah yang diselesaikan per-unit rumah. dan terpusat (Kandang terpadu), dimana menyatukan beberapa kandang yang dimiliki oleh beberapa rumah produktif untuk dilokalisir menjadi satu kandang besar yang terpadu.

Kata Kunci: Rumah Produktif, Limbah Produksi, Konsep Pengelolaan



Inti Perkembangan Rumah Produktif dalam Konsep Berkelanjutan

Abstrak

Kekuatan tradisi mendukung stabilitas elemen dari satu generasi ke generasi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa dari satu kelompok masyarakat terdapat tradisi yang setiap unsur tradisi yang antara lain aktivitas pada umumnya akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Pengembangan hunian tidak bisa lepas dari sumberdaya yang ada, dikembangkan sendiri oleh pihak masyarakat dengan perkembangan yang berdimensi majemuk (multi dimensional development), hal ini jauh lebih lengkap daripada sekedar sebagai tempat hunian saja. Rumah bukan hanya sekedar tempat berteduh, beristirahat dan berkeluarga namun rumah bisa juga berfungsi untuk menggalang sumberdaya yang dimiliki penghuni dengan melihat peluang yang ada. Pada umumnya konsep rumah dan kerja termasuk dimensi sosial dan budaya, yaitu sebagai rumah dalam hal ini rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal tanpa kegiatan lain yang berarti dan rumah produktif, yaitu rumah yang sebagian digunakan untuk produktif atau kegiatan ekonomis.
Lokasi dimana hunian tersebut berada perlu indikator tentang kualitas lahan dalam hal ini adalah Natural environment (sumberdaya alam yang sesuai), Topographical (kondisi topografi yang sesuai), dan Proximity dan accessibility (batas standar minimal hunian dan potensi kemudahan). Keberadaan jenis usaha pembuatan tempe yang terdapat di kampung Sanan ‘Tempe’ telah ada sejak sekitar awal tahun 1900-an dan bertahan sampai sekarang. Usaha rumahan ini terus ada dan usaha ini sudah menjadi usaha yang turun menurun dilakukan dari generasi ke generasi. Pola hunian rumah produktif dan pola permukiman mereka secara keseluruhan dipengaruhi proses produksi yang ada dalam usaha tempe ini. Hal ini menjadikan perubahan pola hunian yang semestinya sebagian besar untuk kebutuhan bertempat tinggal menjadi kegiatan untuk melakukan usaha. 
Pada kasus penelitian yang terkait dengan perkembangan rumah produktif di Kampung Sanan ‘Tempe’ Malang, mengalami perubahan pola hunian yang dipengaruhi oleh bagian dari rumah yang merupakan inti perkembangan usaha mereka. Hal ini memberikan pengaruh terhadap daya dukung permukiman dimana kegiatan itu berada. Sebagai suatu lokasi usaha pembuat tempe diperlukan adanya faktor-faktor yang mendukung keberlanjutan baik itu dari segi rumah produktif maupun lingkungan permukimannya.

Kata Kunci: Multi Demensional Development; Rumah Produktif; Konsep Berkelanjutan, Inti Perkembangan 



Status, Nilai. dan Kendala Perkembangan Rumah Produktif dalam Konsep Berkelanjutan

Abstrak

Ketika kemampuan ekonomi berada hanya pada level penghidupan dasar, dan suku mempunyai hubungan terbatas dengan budaya lain, maka tidak seperti pada masyarakat kita, hal itu jarang menghargai nilai inovasi atau sesuatu penemuan yang baru, bahkan menilai hal itu sebagai tidak dikehendaki atau berbahaya. Kekuatan tradisi mendukung stabilitas elemen dari satu generasi ke generasi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa dari satu kelompok masyarakat terdapat tradisi yang setiap unsur tradisi yang antara lain aktivitas pada umumnya akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Keberadaan jenis usaha pembuatan tempe yang terdapat di kampung Sanan ‘Tempe’ telah ada sejak sekitar awal tahun 1900-an dan bertahan sampai sekarang. Usaha rumahan ini terus ada dan usaha ini sudah menjadi usaha yang turun menurun dilakukan dari generasi ke generasi. Pola hunian rumah produktif dan pola permukiman mereka secara keseluruhan dipengaruhi proses produksi yang ada dalam usaha tempe ini. Hal ini menjadikan perubahan pola hunian yang semestinya sebagian besar untuk kebutuhan bertempat tinggal menjadi kegiatan untuk melakukan usaha. 
Proses pengembangan rumah oleh penduduk terdiri dan tiga dimensi yang saling berpengaruh, yaitu status yang terdiri dan tahap dasar, tumbuh, dan mantap; nilai meliputi aspek biologis, produktif, dan simbolis. Sedang kendala terdiri dan jaminan, peluang, dan jaringan. Pengembangan hunian tidak bisa lepas dari sumberdaya yang ada, dikembangkan sendiri oleh pihak masyarakat dengan perkembangan yang berdimensi majemuk (multi dimensional development), hal ini jauh lebih lengkap daripada sekedar sebagai tempat hunian saja. Rumah bukan hanya sekedar tempat berteduh, beristirahat dan berkeluarga namun rumah bisa juga berfungsi untuk menggalang sumberdaya yang dimiliki penghuni dengan melihat peluang yang ada. Pada umumnya konsep rumah dan kerja termasuk dimensi sosial dan budaya, yaitu sebagai rumah dalam hal ini rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal tanpa kegiatan lain yang berarti dan rumah produktif, yaitu rumah yang sebagian digunakan untuk produktif atau kegiatan ekonomis.
Pada kasus penelitian yang terkait dengan status, nilai, dan kendala rumah produktif di Kampung Sanan ‘Tempe’ Malang, mengalami perubahan pola hunian yang dipengaruhi oleh perkembangan usaha mereka. Hal ini memberikan pengaruh terhadap daya dukung permukiman dimana kegiatan itu berada. Sebagai suatu lokasi usaha pembuat tempe diperlukan adanya faktor-faktor yang mendukung keberlanjutan baik itu dari segi rumah produktif maupun lingkungan permukimannya.

Kata Kunci: Status, Nilai, dan Kendala ; Rumah Produktif; Konsep Berkelanjutan



Kognisi Lingkungan dalam Pencapaian Perencanaan dan Perancangan Area Publik

Abstrak

Sebuah karya yang diperuntukkan bagi suatu aktifitas manusia pasti memiliki suatu kedinamisan seiring dengan perkembangan perilaku dan budaya mereka. Banyak kasus yang terjadi terutama di kota-kota besar mengalami ‘dilematika’ dalam proses perencanaan dan perancangan area publik ditinjau dari spasial kota. Jika suatu model design pada suatu wilayah yang memiliki tujuan awal untuk mencapai suatu yang ideal namun ternyata memberikan hasil yang bertolak belakang dengan kondisi yang terbaik bagi lingkungan, maka hal tersebut akan menjadikan masalah terhadap kualitas lingkungan.
Permasalahan yang banyak dihadapi adalah bagaimana memahami masalah lingkungan suatu ‘area publik’ kota ini serta bagaimana hubungan antara suatu lingkungan spasial kota dengan masyarakatnya. Bagaimana menggambarkan situasi yang dirasakan sama oleh kelompok yang berbeda-beda. Dalam hubungan antara perancangan dan pemakai sering terdapat perbedaan yang sangat besar tentang nilai, begitu pula diantara perancang yang satu dengan perancang yang lain, terutama dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
Pemikiran tentang suatu lingkungan, secara ekologis lebih merupakan suatu hubungan yang saling terkait antar sistem organisme. Lingkungan adalah wadah dari sistem organisme tersebut. Untuk mencari data yang hilang tetapi masih ada pada pikiran masyarakat tentang keluarga dan lingkungannya diperlukan penelusuran kognisi lingkungan yang meliputi Image, Skema Cognitive Map, peta mental (Behavioral Map), Orientasi, definisi subyektif tempat, jarak subyektif waktu dan tempat, dan morfologi subyektif yang dikemukakan oleh Rapoport (1977). 

Kata kunci: Kognisi Lingkungan, Spasial Kota, Area Publik

PLACE ATTACHMENT APPROACH ON VERNACULAR PATTERN AT HUMAN SETTLEMENTS OF PRODUCTIVE HOUSE

Abstract

Place Attachment is about feeling of human being to its residence involve entire influence from affection and emotion and, knowledge and belief and also behavior and activity of human being in course of living.
Build environment as property of certain society represent a result is solving of wise to environments of their place. Vernacular in the form of build environment, intrinsically a form of repetition or duplication from an environmental element or building component. With any motivation constituting the happening of build environment of coherent in it a requirement accomplishment.
While at the time we converse about build environment development (house) in kampong, which must be comprehended by that pattern socialize to develop the house is not linear growing, but the immeasurable process of finished level, which is either through dynamic and continue. Basically that growth result of parallel physical more or less with level of mobility of social-economic family.
Interrelationship between physical environment of human settlement with its society, each other influence. Human settlement as environment of dwelling and place of activity supporting life and subsistence have one of its element that is house. Productive house and the human settlement support Kampong in Malang and Yogyakarta.
Research methods used in this qualitative research is historical and developmental research. To analyze about satisfaction in course of living supported by place attachment by Hummon’s theory (1990), and thesis by Tutuko (2004) about Development Pattern of Productive House.. To get the expected result, the approach being used to study productive house development was using house development theory of Silas (1993). To keep track of objects that need to be observed, the results presented in a diagrammatical way, supported by environmental cognition, by Rapoport’s theory (1977),
Research results showed some dwelling patterns in kampong Malang and Yogyakarta have similar motivation to develop and sustain, specially in economic sector. The patterns have different development tendency, that in turn will help to determine house development direction from productive and domestic aspect.

Keywords: Place Attachment, Dwelling Patterns, Productive House, Vernacular Pattern



Peluang Siklus Energi pada Proses Produksi UBR dan Limbah Usaha sebagai Alternatif Sumber Energi

Abstrak
Di kampung Sanan ‘Tempe’, Malang, beberapa rumah tinggal sekaligus berfungsi sebagai UBR (Usaha Berbasis Rumah Tangga) penghasil tempe. Selain itu terdapat usaha sampingan ternak sapi untuk memanfaatkan limbah produksi makanan tersebut. Hal ini diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap pola hunian dan pola permukiman mereka. 
 Tujuan yang akan dicapai adalah memberikan alternatif pemecahan mendapatkan energi pengganti berupa Gasbio yang berasal dari limbah paling akhir dari rangkaian produksi, yaitu kotoran sapi. 
 Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat peluang siklus energi pada proses produksi yang terjadi pada kegiatan UBR dan limbah yang terjadi. Selanjutnya diusulkan adanya unit pengolahan limbah ternak sapi, dimana keberadaan kandang sapi ini merupakan rangkaian proses produksi tempe di kampung Sanan ‘Tempe’.

Kata Kunci – Limbah Usaha, Siklus Energi, UBR 



Next Page

Old Identity

Old Identity
Semacam keterangan identitas diri jaman dulu

Belanda Kuno Santai

Belanda Kuno Santai
Foto kuno saat tetirah